Calon Bupati Berpura-Pura Baik

Oleh: Abdul Syair*
Mana yang lebih Anda pilih antara bersikap baik yang pura-pura dan jahat yang “ikhlas,” antara dermawan pura-pura atau pelit yang tulus, antara sopan palsu atau tidak beradab yang jujur, antara sikap etis normatif yang dibuat-buat dengan sikap layaknya bagai ‘tidak pernah makan sekolah’ tapi asli?

Sebagaimana dalam opini apapun, hal yang satu ini juga mengandung kontroversi. Dan itu dimaklumi namanya juga manusia. Namun demikian, apabila standar umum dipakai, maka pendapat mayoritas akan berpihak pada yang pertama: lebih bagus berpura-pura baik, berpura-pura sopan, berpura-pura dermawan, berpura-pura beradab daripada “ikhlas, jujur dan tulus” dalam kekurangan-ajaran, kepelitan, ketidaketisan, kekurangberadaban dan keculasan.
Mengapa demikian? Banyak fakta yang bisa kita ambil dalam kehidupan sehari-hari baik dalam dunia politik murni, bisnis hiburan, kehidupan beragama, dan lain-lain yang mendukung tesis perlunya berpura-pura baik daripada jujur dalam ketidakbaikan.


Beberapa contoh kecil sebagai berikut :

(a) Ketika membutuhkan sesuatu pada seorang teman, maka kita harus berupaya untuk menunjukkan yang baik kepada teman agar tertarik dengan sikap kita. Ketika semua orang tertarik maka dengan serta-merta orang memberikan bantuan. Sikap yang kita perlihatkan pada orang lain disaat membutuhkan sesuatu untuk menarik simpatinya adalah merupakan sikap yang pura-pura.

(b) Sejak kecil kita diajari dan diberitahu orang tua kita apa yang baik dan mesti atau sebaiknya dilakukan; dan apa yang tidak baik atau tabu yang sebaiknya dihindari. Pada dasarnya ini juga pembelajaran untuk “berpura-pura” baik yang terkadang bertentangan dengan insting kita tapi harus kita ikuti.

(c) Semua orang Indonesia adalah pemeluk agama tertentu, baik itu Islam, Kristen, Hindu, Budha, dan lain-lain. Dalam kitab-kitab suci kita masing-masing kembali nilai-nilai kebaikan itu diajarkan dan nilai-nilai keburukan dilarang dan diperintah untuk dijauhi. Intinya, agama juga memerintahkan kita untuk “berpura-pura” baik.

(d) Seorang tokoh politik Buton Utara yang ingin mencalonkan diri sebagai Bupati harus berusaha menarik simpati orang dengan memberikan sikap yang baik kepada masyarakat hingga saat Pilkada memberikan pilihan pada dirinya.

Mengapa kita harus berbuat dan berperilaku yang baik bahkan kalau perlu dilakukan dengan berpura-pura? Terlalu panjang untuk dianalisa satu-persatu, namun intinya adalah (1) untuk memelihara tatatan sosial yang baik, dan (2) menghindari anarki (keributan) dan permusuhan yang apabila dua poin ini dapat diimplementasi, maka diharapkan akan tercapailah tujuan hidup utama umat manusia yang selalu dicari dan didambakan, yaitu kebahagiaan.

Karena kebahagiaan hanya dapat dicapai apabila setiap individu berperilaku sesuai dengan standar norma sosial dan etika, maka berpura-pura baik sangat dianjurkan daripada ketiakberadaban yang “tulus ikhlas.” Setidaknya ini sebagai langkah pertama menuju tangga berikutnya di mana berbuat dan berperilaku baik sudah menjadi insting perilaku keseharian.

Last but not the least, apapun yang sudah dan sedang kita lakukan; baik atau buruk, akan memiliki konsekuensinya sendiri dan akan menjadi patokan orang-orang sekitar kita akan kredibilitas kepribadian kita.

*(Ketua Himpunan Pemuda Pelajar dan Mahasiswa Kambowa)
dikutip dari: www.buturnews.idrap.or.id


Baca Selengkapnya......