KESEHATAN YANG TERLUPA

|

Kesehatan Yang Terlupa
oleh: A s l a n S.Ked


Apa keunggulan kawasan Buton Raya? Sederet jawaban tertera, orang-orang menyebut aspal; bila dikelola kontinu akan sanggup beroperasi hingga 800 tahun ke depan (sepertiga pulau Buton mengandung aspal), hasil laut dengan segala keindahan bawah laut (Wakatobi), keanekaragaman hayati hutan Lambusango, Bau-bau dengan posisi strategis pelabuhan transit Indonesia Timur dan banyak potensi lain.
Tulisan ini mungkin hendak menawarkan satu perspektif, betapa selama ini kita (baca: pemerintah dan masyarakat) telah mengabaikan hal penting, yakni pembangunan bidang kesehatan. Sejak Indonesia merdeka, sungguh tidak banyak hal baru dibangun di kawasan ini, terkhusus jika mengambil daerah lain sebagai pembanding. Yang terdekat, saat Makassar telah memiliki berbagai sentra pelayanan kesehatan seperti Rumah Sakit yang maju (jumlah maupun kualitas), institusi pendidikan kesehatan lengkap dan bonafid, tenaga ahli, peralatan kesehatan modern dsb. Pada saat bersamaan, di bidang kesehatan, daerah kita belum berubah, kalaupun ada perbaikan, tidak signifikan dengan dinamika pertambahan penduduk dan kompleksitas wilayah, dari segi rasio jumlah tenaga kesehatan dan penduduk maupun pemutakhiran peralatan kedokteran misalnya. Di sisi lain, perkembangan pengetahun pengobatan dan penemuan alat-alat kesehatan berkembang demikian pesat.


Sementara sama dimaklumi, bahwa kesiapan daerah untuk menyediakan infra dan suprastruktur kesehatan telah menjadi satu kebutuhan penting, yang tak boleh ditunda. Dari aspek kuratif demikian, belum kita berbincang tinjauan promotif, preventif dan rehabilitatif.
Pertanyaan penting mengemuka, apa ada yang keliru dengan pengelolaan pembangunan kesehatan di sini? Yang jelas, ternyata kita tak kunjung sanggup merumuskan strategi jangka pendek dan jangka panjang dalam pengelolaan bidang kesehatan. Menyedihkan karena fakta berbicara, kesehatan tidak menempati porsi penting dalam praksis pemerintahan di kawasan. Memang, dari sekian kepala daerah beserta dinas terkait di kawasan Buton Raya, sangat sedikit yang terbukti punya keinginan politik kuat, membangun bidang ini. Bahkan ada kesan seperti gali lubang tutup lubang, sementara idealnya, sebuah strategi menjelma sebagai kerja-kerja real..
Pemerintah daerah yang konsisten pada kemaslahatan orang banyak, wajib hukumnya untuk merancang strategi berbasis data dan analisa kebutuhan, tidak boleh tidak.
Itu jika ingin berlaku adil dan serius, mengupayakan terpenuhinya kebutuhan dasar rakyat. Lalu, darimana kita mesti memulai? Sungguh banyak cara dan jalan, bisa dengan keberpihakan pada porsi anggaran, kebijakan, model pelayanan dan sebagainya, bergantung pada kondisi tiap-tiap daerah.
Bagaimana menumbuhkan kultur hidup sehat dan memperbaiki pelayanan kesehatan, dapat pula diawali dengan hal dasar yang langsung bersentuhan dengan kebutuhan orang banyak, seperti sesegera mungkin melengkapi tenaga kesehatan (dokter spesialis/ dokter umum yang terus terasah pengetahuan/ keterampilannya, perawat/ bidan terdidik, apoteker profesional, tenaga laboran terlatih, sarjana kesehatan masyarakat dsb) yang lengkap, minimal untuk 2 sampai 3 tahun, serta 10 atau 20 tahun dari sekarang. Tidak boleh ada kompromi, untuk hal yang berkaitan kebutuhan rakyat luas, kita pun memahami dalam pelayanan kesehatan, toleransi atas kesalahan adalah tidak diperbolehkan. Tidak boleh ada kekeliruan dalam pelayanan.
Terus apakah RS di kawasan ini telah memadai dengan peralatan kedokteran yang sesuai, seperti CT-Scan, alat cuci darah, dan sebagainya. Mengenaskan kalau yang kita miliki sekedar ranjang pasien dan beberapa peralatan berkarat yang ketinggalan zaman.
Atau lebih jauh lagi, seperti apakah dalam benak para pemimpin kita, bagaimana proyeksi ke depan, rencana pengembangan pelayanan kesehatan dengan melibatkan perguruan tinggi dan lembaga lain yang berkomitmen dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
Lazim terdengar dan kita saksikan di depan mata, bahwa untuk penyakit-penyakit tertentu (yang sesungguhnya dapat ditangani sendiri), ketika penduduk di kawasan ini jatuh sakit terpaksa harus dirujuk ke Makassar, sebagian karena keterbatasan peralatan dan tenaga medis, sebagian yang lain karena alasan yang berbeda; mulai dari kekecewaan atas pelayanan di kampung sendiri hingga ketidakpercayaan atas kemampuan tenaga kesehatan daerah kita. Dari mereka yang dirujuk, ada yang sembuh namun karena beberapa sebab, tak sedikit yang meninggal dunia.
Coba dihitung berapa aliran dana yang mengalir ke Makassar, belum lagi kerugian yang diderita oleh pasien baik secara individual maupun kolektif, yang pada gilirannya nanti berdampak pada penurunan produktifitas masyarakat dan merugikan perekonomian daerah dalam jangka panjang.
Sungguh kesehatan adalah kebutuhan asasi manusia, sama seperti makan minum, pakaian dan tempat tinggal. Tanpa tubuh yang sehat, kenikmatan makanan akan berkurang, pakaian dan tempat tinggal yang mewah pun menjadi tak banyak membantu.
* Penulis adalah Anggota BHC



0 komentar: